Penjelasan Jepang mulai menduduki Indonesia setelah penyerahan tanpa syarat Belanda di Kalijati, Subang (Jawa Barat) pada tanggal 8 Mare...
Penjelasan
Jepang mulai menduduki Indonesia setelah penyerahan tanpa syarat Belanda di Kalijati, Subang (Jawa Barat) pada tanggal 8 Maret 1942. Pendudukan militer Jepang di Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II, sehingga kepentingan perang Jepang menjadi hal utama yang diperhatikan selama pendudukannya di Indonesia.
Video Pembelajaran Untuk Kelas VII2.2.1 Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia
Setelah Jepang berhasil menghancurkan pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai (7 Desember 1941), pasukan Jepang bergerak untuk menduduki Asia Tenggara. Pada Tahun 1942, Jepang menguasai Asia Tenggara dengan tujuan menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai sumber bahan mentah bagi industri perang dan pertahanannya.
Setelah menyerahnya Belanda pada 8 Maret 1942, Jepang membagi wilayah Indonesia ke dalam tiga pendudukan pemerintahan militer, yakni:
1. Wilayah I (Jawa dan Madura) yang berpusat di Jakarta diperintah oleh Tentara Keenambelas Rikugun (Angkatan Darat).
2. Wilayah II (Sumatera) yang berpusat di Bukittinggi diperintah oleh Tentara Keduapuluh lima Rikugun.
3. Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali dan Nusa Tenggara) yang berpusat di Makasar diperintah Armada Selatan Kedua Kaigun (Angkatan Laut)
2.2.2 Kebijakan Jepang di Indonesia
Berikut ini kebijakan-kebijakan Pemerintah Militer Jepang di Indonesia (1942-1945):
1. Bidang Politik
a. Mengizinkan bendera Merah Putih dikibarkan di samping bendera Jepang
b. Mengijinkan bangsa Indonesia menyanyikan lagu Indonesia Raya
c. Melarang rapat-rapat dan membubarkan seluruh organisasi pergerakan nasional, kecuali MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang dianggap bersikap anti Berat
d. Mendirikan berbagai organisasi baru, antara lain: Gerakan 3A, Poetera, Jawa Hokokai, dll
e. Memberi janji kemerdekaan bagi bangsa Indonesia (1944) dan membentuk BPUPKI dan PPKI (1945)
2. Bidang Ekonomi
Kebijakan ekonomi pada Masa Pendudukan Jepang diarahkan untuk kepentingan perang, antara lain:
a. Penyitaan seluruh asset Belanda (Pertambangan, telekomunikasi, transportasi, listrik dan lain-lain)
b. Mewajibkan rakyat untuk menyerahkan 60 % hasil pertanian kepada pemerintah militer Jepang dan lumbung desa
c. Mewajibkan penanaman pohon jarak yang digunakan untuk pelumas pesawat mesin terbang dan pelican senjata
d. Memonopoli penjualan hasil komoditi perkebunan, dll.
3. Bidang Sosial-Budaya
a. Mengerahkan rakyat untuk menjadi Romusha yang ditugaskan untuk membangun sarana-sarana pertahanan
b. Melarang penggunaan bahasa Belanda dan mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan seharai-hari
c. Mengganti nama-nama kantor, sekolah, perusahaan yang menggunakan bahasa Belanda
d. Menghilangkan keistimewaan bangsa kulit putih, dll
4. Bidang Militer
Pemerintah Militer Jepang memberi pelatihan militer bagi rakyat Indonesia untuk mendapatkan dukungan dalam Perang Pasifik. Berikut ini organisasi-organisasi militer dan semi-militer yang dibentuk oleh jepang:
Organisasi militer:
a. Heiho (Barisan Pembantu Prajurit Jepang)
b. PETA (Pembela Tanah Air)
c. Seinendan (Barisan Pemuda)
d. Seinentan (Barisan murid-murid sekolah dasar)
e. Gakukotai (Barisan murid-muris sekolah lanjutan)
f. Fujinkai (Barisan Wanita)
g. Keibodan (Barisan Pembantu Polisi) dan
h. Syuisintai (Barisan Pelopor)
2.2.3 Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia
Berikut ini dampak-dampak pendudukan Jepang di Indonesia:
1. Dampak positif
a. Berkembangnya bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi
b. Banyaknya tokoh nasional yang menduduki jabatan tinggi dalam pemerintahan
c. Para pemuda mendapatkan pelatihan militer
d. Kesempatan untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
2. Dampak negative
a. Kelaparan dan kemiskinan akibat kewajiban penyerahan pangan
b. Penderitaan akibat kewajiban kerja paksa (romusha)
c. Kekurangan bahan pakaian karena pembatasan impor
d. Kerusakan lingkungan akibat penebangan hutan, dll
Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Upaya mempersiapkan kemerdekaan dan pembentukan Negara Indonesia dilakukan oleh bangsa Indonesia menjelang berakhirnya Perang Dunia II di Asia Pasifik. Pada akhir tahun 1944, tentara Jepang mulai terdesak oleh pasukan Sekutu. Kekalahan balatentara Jepang dalam berbagai front pertempuran menjadi berita yang menarik bagi bangsa Indonesia.
Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Kuniaki Koiso memberikan janji kemerdekaan kepada bangsa-bangsa di daerah pendudukan Jepang, termasuk bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia menyambut baik janji tersebut, walaupun menyadari bahwa tindakan Jepang dimaksudkan untuk menarik simpati rakyat Indonesia agar mendukung pasukan Jepang yang hamper mengalami kekalahan.
1. Pembentukan BPUPKI
Pada 1 Maret 1945, panglima tentara Jepang, Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai ) yang disingkat BPUPKI. Pembentukan BPUPKI merupakan bentuk realisasi rencana kemerdekaan yang digulirkan oleh Perdana Menteri Kuniaki Koiso. Badan ini bertugas menyelidiki dan mempelajari hal-hal penting mengenai masalah tata pemerintahan atau pembentukan negara Indonesia merdeka.
Untuk melaksanakan tugasnya, BPUPKI mengumumkan nama-nama anggota pada 1 April 1945. Mereka terdiri atas kaum nasionalis, terutama yang menganut aliran kooperatif. Mereka terdiri atas 60 orang Indonesia dan 7 orang bangsa Jepang. Badan yang ketuai oleh dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketuanya R.P. Suroso bertugas menyiapkan kemerdekaan Indonesia. Kaum nasionalis yang beraliran kooperatif menerima bulan ini sebagai badan ketentuan Jepang dan diresmikan oleh Jenderal Itagaki bersama Letnan Jenderal Yuiciro pada 28 Mei 1945.
Untuk menyiapkan kemerdekaan Indonesia, BPUPKI mengadakan dua kali sidang, yaitu tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan tanggal 10-16 Juli 1945. Pada sidang BPUPKI Pertama (29 Mei-1 Juni 1945), BPUPKI lebih banyak membicarakan masalah dasar-dasar negara. Dalam persidangan tersebut, tiga kokoh nasional mengemukakan usulan-usulannya mengenai dasar negara.
2. Perumusan Dasar Negara
Dasar negara merupakan pondasi berdirinya sebuah negara. Ibarat sebuah bangunan, tanpa pondasi yang kuat tentu tidak akan berdiri dengan kokoh. Oleh karena itu, dasar negara sebagai pondasi harus disusun sekuat mungkin sebelum suatu negara berdiri.
Berikut ini rumusan dasar negara yang disusun oleh ketiga tokoh tersebut:
1. Moh Yamin (29 Mei 1945)
M. Yamin mengusulkan secara lisan lima dasar bagi negara Indonesia merdeka, yaitu sebagai berikut:
1. peri kebangsaan
2. peri kemanusiaan
3. peri katuhanan
4. peri kerakyatan
5. kesejahteraan social
Setelah selesai berpidato, Muhammad Yamin menyampaikan konsep mengenai dasar negara Indonesia merdeka secara tertulis kepada ketua sidang, konsep yang disampaikan berbeda dengan isi pidato sebelumnya. Asas dan dasar Indonesia merdeka secara tertulis menurut Muhammad Yamin adalah sebagai berikut:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Kebangsaan persatuan Indonesia
c. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
e. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
2. Soepomo (31 Mei 1945)
a. Persatuan
b. Kekeluargaan
c. Keseimbangan lahir dan batin
d. Musyawarah
e. Keadilan rakyat
3. Soekarno (1 Juni 1945)
a. Kebangsaan Indonesia
b. Internasionalisme
c. Mufakat/demokrasi
d. Kesejahteraan social
e. Ketuhanan Yang Maha Esa
Hasil sidang pertama tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan panitia perumus tanggal 22 Juni 1945. Panitia tersebut lebih dikenal dengan nama Panitia Sembilan karena anggotanya berjumlah 9 orang. Berikut ini tokoh-tokoh nasional yang menjamin bagian Panitia Sembilan:
1. Soekarno, 6. Agus Salim
2. Moh Hatta 7. Moh Yamin
3. A.A Maramis 8. Ahmad Soebarjo
4. Wahid Hasyim 9. Abikoesno Tjokrosoeyoso
5. Abdul K Muzakir
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mengadakan pertemuan. Hasil dari pertemuan tersebut adalah Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi rumusan dasar negara. Rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta memiliki perbedaan dengan Pancasila sekarang, yakni pada bagian sila pertama yang berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Pada Sidang BPUPKI Kedua (10-16 Juli 1945), BPUPKI berhasil membentuk 3 panitia, yaitu:
1. Panitia perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno;
2. Panitia pembela tanah air yang diketuai oleh Abikusno;
3. Panitia keuangan dan perekonomian yang diketuai oleh Moh. Hatta
COMMENTS