BAB I DINAMIKA PERWUJUDAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA dan PANDANGAN HIDUP BANGSA A. Penerapan Pancasila dari Masa ke Masa ...
BAB I
DINAMIKA PERWUJUDAN
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA dan PANDANGAN HIDUP BANGSA
A. Penerapan Pancasila dari Masa ke
Masa
Pancasila memiliki dua
pengertian pokok, yaitu sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa. Kaelan
dalam buku Pancasila Yuridis Kenegaraan menjelaskan bahwa Pancasila
berkedudukan sebagai pandangan hidup bangsa dan memegang fungsi pokok sebagai
dasar Negara. Fungsi dan kedudukan Pancasila tersebut menjadikan alasan penting
diterapkannya Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Akan tetapi, apakah penerapan Pancasila sebagai dasar negara sudah
berjalan sebagaimana mestinya ?
agar lebih jelas, simak perkembangan pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dari awal kemerdekaan sampai sekarang.
agar lebih jelas, simak perkembangan pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dari awal kemerdekaan sampai sekarang.
1.
Masa
awal kemerdekaan (1945-1959)
Pada periode awal
kemerdekaan, penerapan pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup
bangsa menghadapi berbagai ancaman. Bangsa Indonesia harus menghadapi oknum
yang berupaya mengganti Pancasila dengan ideology lain yang tentunya
bertentangan dengan kepribadian bangsa Indonesia. Upaya-upaya yang dimaksud
sebagai berikut:
a.
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI) di madiun tanggal 18 September 1948
Setelah Kabinet Hatta
terbentuk pada bulan Januari 1948, Amir Syarifuddin berbalik menjadi oposisi
(partai penentang di dewan perwakilan, yang mengkritik pendapat/kebijakan
politik golongan berkuasa). Dia menghimpun kekuatan golongan kiri dengan cara
membentuk FDR (Front Demokrasi Rakyat) di Surakarta, pada tanggal 26 Februari
1948. FDR terdiri atas Partai Sosialis, PKI, Pesindo, PBI, dan Sarbupri dan
menggunakannya untuk menentang pemerintah. FDR menuntut agar pemerintah
membatalkan persetujuan Renville. Padahal, persetujuan itu dibuat pada waktu
Amir Syarifuddin menjadi perdana menteri, bahkan dia sendiri yang memimpin
delegasi RI dalam perundingan yang menghasilkan persetujuan itu.
FDR juga menentang program Reorganisasi dan Rasionalisasi
(Rera) Angkatan Perang yang dijalankan oleh Kabinet Hatta. Menurut Kabinet
Hatta, melalui rasionalisasi, jumlah anggota angkatan perang akan dikurangi,
sebab pemerintah tidak sanggup membiayai.
Kekuatan
FDR bertambah dengan datangnya Musso, tokoh PKI tahun 1926, dari Rusia. Dia
menyatakan bahwa revolusi Indonesia sudah menyimpang dari tujuan semula dan
berkapitulasi terhadap imperialisme. Kepemimpinan Presiden Soekarno dikecamnya,
Musso menuntut agar dalam menghadapi kaum imperialis, Indonesia memihak Rusia.
Selanjutnya Musso mengorganisasi kembali Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sejak
kedatangan Musso, kegiatan FDR/PKI semakin meningkat. Selain melancarkan
agitasi menyerang pemerintah, mereka juga mengadakan kekacauan di berbagai
tempat, termasuk melakukan sabotase di bidang ekonomi. Di Delanggu, PKI
menggerakkan pemogokan buruh pabrik goni. Solo dijadikan daerah kacau. Pasukan
Panembahan Senopati diadu domba dengan pasukan hijrah Siliwangi sehingga
terjadi culik-menculik yang berkembang menjadi pertempuran. Penculikan dan
pembunuhan terhadap lawan-lawan politiknya pun dilakukan oleh PKI.
Musso dan Amir
Syarifuddin sedang di Purwodadi ketika kudeta di Madiun berlangsung. Mereka
lalu segera ke Madiun, mendukung kudeta, dan mengambil alih pimpinan. Secara
resmi mereka memproklamasikan berdirinya
soviet Republik Indonesia. Tindakan Musso dan Amir Syarifuddin tersebut
memperjelas bahwa pemberontakan di Madiun di dalangi oleh PKI. Pada tanggal 18
September 1948 PKI memproklamasikan berdirinya Sovyet Republik Indonesia
melalui radio pemancar Gelora Pemuda di Madiun. Dengan demikian, mereka menentang
pemerintah RI yang sah.
Presiden Soekarno secara tegas menyatakan kepada rakyat
“pilih Soekarno-Hatta” atau “Musso-Amir”. Dampak dari pernyataan itu sangat
besar. Rakyat memilih Soekarno-Hatta. Presiden Soekarno memerintahkan Panglima
besar Soedirman untuk menumpas pemberontakan PKI. Madiun diserbu dari daerah
timur dan barat. Dalam tempo yang singkat kota madiun berhasil di duduki oleh
TNI. Musso mati tertembak di Somoroto, Ponorogo. Amir Syarifuddin tertangkap di
daerah Branti. Sebelum mereka sempat diadili, pecah Agresi Militer II Belanda,
beberapa orang tokoh PKI ditembak mati tapi banyak juga yang meloloskan diri.
Dampak pemberontakan PKI Madiun:
1.
PKI tidak lagi menjadi ancaman bagi
pemimpin Indonesia selama tahun 1950an
2.
Golongan kiri pada umumnya tidak lagi
dipercaya dan banyak pemimpinnya yang dijebloskan ke penjara atau dihukum mati
3.
Kaum stalinis di faksi komunis telah
lenyap dan kaum komunis nasional dan menganut pemikiran Tan Malaka membentuk
partai Murba pada Oktober 1948
4.
Menimbulkan permusuhan antara tentara
dan PKI serta antara Masyumi dan PKI
5.
Menarik simpati dan dukungan politik AS
pada Revolusi Indonesia
b.
Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam
Indonesia
Pemberontaan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
dipimpin oleh Sekarmadji Marijan Kartsuwiryo. Pemberontakan ini ditandai dengan
di dirikannya Negara Islam Indonesia(NII) oleh Kartosuwiryo pada 17 Agustus
1949. Tujuan utama didirikannya NII adalah mendirikan negara dengan dasar
syariat Islam
Pada periode ini persatuan dan kesatuan
mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan Republik Maluku
Selatan (RMS), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan
Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai
ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
*Masa
Demokrasi Liberal ( 1950-1959)
Ciri-ciri demokrasi liberal sebaga
berikut:
a. Konstitusi
yang berlaku adalah UUDS 1950;
b. Sistem
pemerintahan bersifat parlementer, yang mana kepala pemerintah dipegang seorang
Perdana Menteri;
c. Kabinet
yang diterapkan mengikuti system parlementer, yang mana menteri-menterinya
bertanggung jawab pada parlemen
Masa demokrasi liberal, dikenal pula sebagai masa
demokrasi parlementer, yang menunjukkan peran parlementer sangat besar dalam
perpolitikan di Indonesia saat itu. Selama kurun waktu antara 1950 hingga 1959,
pemerintah Indonesia dipimpin oleh 7 kabinet yang bersifat parlementer. 7
kabinet tersebut yaitu:
1. Kabinet natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
2. Kabinet Sukiman-Suwirjo (26 April-3 April 1952)
3. Kabinet Wilopo (2 April 1952-2 Juni 1953)
4. Ali Wongso (31 Juli 1953-22 Agustus 1955)
5. Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956
6. Ali Sastroamidjojo (20 Maret 1957-14 Maret 1957
7. Djuanda (9 April 1957-10 Juli 1959)
Partai-partai
pada masa demokrasi liberal sebagai berikut:
1. PSI
2. Masyumi
3. NU
4. PNI
5. PKI
6. Parkindo
(Partai Kristen Indonesia)
*Perkembangan politik pada masa Demokrasi Liberal
1.
Kembali ke bentuk NKRI 17 Agustus 1950
Pada tanggal 8 maret
1950 pemerintah RIS, dengan persetujuan Parlemen dan Senat RIS, mengeluarkan
Undang-undang Darurat. Berdasarkan Undang-undang Darurat tersebut,
berturut-turut negara bagian menggabungkan diri dengan RI Yogyakarta sehingga
pada tanggal 5 April 1950, RIS hanya terdiri atas tiga negara bagian, yaitu Republik
Indonesia, Negara Sumatera Timur (NST), dan Negara Indonesia Timur (NIT).
Pada bulan Mei 1950 dilangsungkan perundingan antara RIS dan RI tentang
pembentukan negara kesatuan. Pada 17 Agustus 1950 dengan resmi RIS dibubarkan,
dan dibentuk negara Republik Indonesia yang berbentuk kesatuan.
2.
Ketidakstabilan
politik pada Masa Demokrasi Liberal
Factor
yang menimbulkan ketidakstabilan politik tersebut diantaranya adalah :
1. Masing-masing
perdaa menteri yang berkuasa mementingkan partai/golongannya sendiri, karena
itu menimbulkan pertentangan antar partai politik.
2. Terjadinya
gerakan-gerakan gangguan keamanan daerah
3. Pemenrintah
yang bersifat terpusat (sentralisasi) menimbulkan terjadinya kesenjangan antar
pusat dan daerah.
3.
Pemilihan
Umum I 1955
·
Pemilu pertama kalinya di Indonesia baru
terlaksana pada tahun 1955, yakni pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap
·
System yang dipergunakan menurut UU No. 7 tahun 1953 adalah sistem proporsional. Dasar pemikirannya
adalah untuk memberikan kesempatan pada partai-partai politik yang ada terutama
partai politik kecil untuk memperoleh kursi di DPR dan Konstituante
·
Dalam pemilu pertama ini dilakukan dua
kali pemungutan suara, yakni:
a.) memilih anggota DPR ( 29 September 1955)
a.) memilih anggota DPR ( 29 September 1955)
b.)
memilih konstituante (15 Desember 1955)
4.
Dekrit
Presiden (5 Juli 1959)
Kegagalan
konstituante dalam menyusun UUD baru, ketidakstabilan politik yang ditandai
dengan berganti-gantinya cabinet, serta adanya pemberontakan di berbagai daerah
telah mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang
berisi :
1. Pembubaran
Konstituante
2. Pemberlakuan
kembali UUD 1945
3. Pembentukan
MPRS dan DPAS
Dekrit
Presiden memberi dampak positif dalam mencipatakan kestabilan politik, tetapi
berdampak negative karena terlalu kuatnya peran presiden dalam pemerintahan.
Setelah dikerluarkannya Dekrit Presiden, Indonesia memasuki babak baru yang
disebut sebagai “Masa Demokrasi Terpimpin”.
COMMENTS